Gizi.net - Ancaman krisis pangan mengintip Indonesia pada 2035. Dengan prediksi jumlah penduduk 400 juta pada saat itu, kebutuhan beras nasional diperkirakan menepis angka 36 juta ton. Sementara, produksi beras nasional saat ini masih menari-nari di kisaran 25 juta ton sampai 29 juta ton.
Upaya mendongkrak produksi beras, tampaknya bukan perkara gampang. Seperti kita tahu, dalam dua dekade terakhir, telah terjadi pengalihan fungsi lahan pertanian secara massal. Menurut data Badan Pertanahan Nasional (BPN) sekitar 81.176 hektar lahan pertanian di Pulau Jawa telah disulap menjadi area pemukiman dan industri. Belum lagi daerah lainnya.
Fakta ini menunjukkan riskannya ketahanan pangan nasional jika hanya mengandalkan satu komoditi, yakni beras. Karena itulah upaya pengembangan pangan alternatif yang berbasis umbi-umbian, tanaman pohon atau biji-bijian, menjadi amat penting. Sorgum adalah salah satu pilihan utama.
Sorgum dapat diproses menjadi tepung yang bisa diolah menjadi aneka produk makanan yang mempunyai nilai tambah tinggi. Di Thailand, misalnya, makanan berbasis tepung ini variasinya banyak sekali. Mulai dari kue basah hingga bubur bayi. Anehnya, di Indonesia, sorgum bukanlah menu favorit dan kalah populer dibanding beras.
Padahal, dari nilai gizinya sorgum jauh lebih unggul ketimbang beras. Lihat saja. Kandungan protein satu gram sorgum ternyata 1,6 kali lipat ketimbang beras. Sorgum juga memiliki kandungan besi 5,5 kali lipat ketimbang beras, 2,05 kali lipat fosfor, 3,1 kali lipat vitamin B1, 4,7 kali lipat lemak dan 4,6 kali lipat kalsium.
''Sorgum pantas jadi pilihan pangan alternatif'' kata Kepala Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN), Dr Soedyartomo Soentono, Selasa (12/4). Orang dahulu, kata Soedyartomo, makannya sorgum. Kini, prospek pembudidayaan sorgum tampaknya mulai menemukan titik terang. Salah satunya, setelah Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Isotop dan Radiasi (P3TIR) Batan meluncurkan varietas sorgum unggulan, Sorgum Mas. Inilah varietas sorgum unggulan hasil aplikasi teknologi isotop dan radiasi Batan.
Sorgum jenis ini, menurut Soedyartomo, telah melalui proses mutasi genetik lewat teknologi radiasi nuklir sehingga memiliki kualitas jauh lebih baik ketimbang varietas asalnya. Sorgum Mas, misalnya, tidak memiliki duri atau tanin. Produktifitasnya juga sangat fantastis. ''Kalau sorgum biasa hanya menghasilkan 3,5 ton per hektare sekali panen, Sorgum Mas bisa lima bahkan delapan ton per hektare sekali panen,'' lanjutnya lagi. Varietas jenis ini tengah dikembangkan di selatan Jawa Barat.
Tak berlebihan jika sorgum dikatakan sebagai primadona pangan alternatif. Dibanding beras, sorgum relatif tidak memerlukan persyaratan tumbuh yang rewel. Ia memiliki kemampuan adaptasi yang tinggi untuk tumbuh di lahan-lahan marjinal, seperti lahan kering, lahan kosong yang kurang subur, dan lahan nonproduktif lainnya. Potensinya sangat besar. Data dari Departemen Pertanian menunjukkan potensi lahan marginal di seluruh Indonesia sekitar 853 ribu hektare. Keunggulan lain, sorgum dapat ditanam dengan sistem ratun yang memerlukan sedikit tenaga kerja. Hebatnya lagi, Sorgum dapat dipanen dua hingga tiga kali untuk sekali tanam saja.
''Sorgum penting dalam rangka diversifikasi tanaman pangan terutama untuk mengurangi ketergantungan terhadap gandum,'' tutur Rudy Nanggulangi, direktur PT Multi Usaha Wisesa, perusahaan yang bekerjasama dengan Batan dalam pemasaran Sorgum Mas. Maka, ketimbang mengatasi ketahanan pangan dengan mengimpor beras atau pangan utama lainnya, lebih baik mencari solusi pangan alternatif seperti sorgum.
Minggu, 21 Februari 2010
Kamis, 18 Februari 2010
Rakernas IA ITB 2010 - Rencana di Jogja hari Jum'at 5 Maret 2010
ALL
Rakernas IA ITB akan diselenggarakan pada hari Jum'at tanggal 5 Maret 2010 di Jogja, dengan penyelenggara IA ITB Pusat dibantu IA ITB Cabang Jogja.
Susunan panitiannya sebagai berikut :
Rencana acaranya sebagai berikut :
Mohon bagi segenap Pengurus Cabang IA ITB seluruh Indonesia mempersiapkan diri, minimal menjadwalkan kegiatannya untuk tanggal 5 tersebut khusus untuk mengsukseskan Rakernas IA ITB 2010 ini.
Terimakasih
a/n Panitia
Djoko H
Rakernas IA ITB akan diselenggarakan pada hari Jum'at tanggal 5 Maret 2010 di Jogja, dengan penyelenggara IA ITB Pusat dibantu IA ITB Cabang Jogja.
Susunan panitiannya sebagai berikut :
Rencana acaranya sebagai berikut :
Mohon bagi segenap Pengurus Cabang IA ITB seluruh Indonesia mempersiapkan diri, minimal menjadwalkan kegiatannya untuk tanggal 5 tersebut khusus untuk mengsukseskan Rakernas IA ITB 2010 ini.
Terimakasih
a/n Panitia
Djoko H
Selasa, 09 Februari 2010
IMPERATIF PEMBALIKAN KRISIS SOSIAL EKOLOGIS dan PENGURUSAN PUBLIK
Seminar akan diselenggarakan di Bandung
tanggal 11 Februari 2010
dengan Moderator I Gde Raka
Panelisnya :
Hasrul Thayeb
Hilmi Panigoro
Hokky Situngkir
Komaruddin Hidayat
Sudjiwo Tedjo
Saksi hidup krisis dari kampung :
Aminah
Apai Janggut
I Made Kuntung
Seyarman
Makalah Pemandu :
Hendro Sangkoyo
Ringkasan Makalah Pokok
IMPERATIF PEMBALIKAN KRISIS SOSIAL EKOLOGIS dan PENGURUSAN PUBLIK
Tajuk seminar adalah sebuah soal yang sederhana dan nyata, yaitu ketidak-mampuan spesies kita untuk menjaga kelangsungan syarat-syarat keselamatan diri-kolektifnya. Kita berada pada sebuah zona ruang-waktu di mana kemajuan dalam akal-terorganisir telah menghasilkan pemburukan krisis secara dramatis. Pertimbangkan sedikit contoh berikut ini.
Seluruh stok sumber-energi primer dari fosil adalah kompos dari proses selama 300 juta tahun. Pada saat ini besaran konsumsi fosil-bakar per tahun setara dengan yang dihasilkan dalam satu juta tahun.(Girardet, H., & Mendonça, M., 2010) Pemeriksaan perubah-an jangka-panjang profil kesehatan warga suku -suku pedalaman di Kalimantan/ Borneo di bawah pengurusan publik kerajaan Brunei, negara bagian Sarawak, dan propinsi Kalimantan Timur di sepanjang perubahan cara produksi-konsumsi (prosumsi)nya menunjukkan merosotnya kualitas kesehatan pada masa perladangan berpindah dibandingkan dengan pada masa berburu-dan-meramu sebelumnya. (Sellato, B. & Sercombe, P., 2007) Kepercayaan bahwa sistem pasar yang terus memperbarui diri mempunyai daya-jaga kestabilannya sendiri lupa bahwa di sepanjang pembaruan tersebut, daya rusak proses prosumsi bahan dan energi atas syarat kelang-sungan kehidupan, spesies selain manusia, dan sesama manusia sendiri, terus membesar dengan pesat. Kemajuan kesadaran untuk melakukan tindakan koreksi atas prosumsi dan cara mengurusnya pun selama ini telah menghasilkan tindakan koreksi selektif yang justru mengawetkan pendorong-pendorong utama pemburukan syarat kehidupan.
Lalai saja tidak cukup kuat untuk menggambarkan karakter kolektif kita itu, sebab proses perusakan kolosal tersebut secara umum berlangsung secara dingin dan penuh perhitungan. Salah satu ungkapan paling sarkastis mengenai soal ini adalah bahwa kita harus bertanya kembali: menjadi cerdas itu lebih baik atau lebih buruk daripada tidak belajar sama-sekali? Nyatanya, kemajuan manusia kelihatan seperti sebuah kesalahan biologis bagi planet Bumi dan segenap penghuninya. (Chomsky, N., kuliah di Akademi Musik Chennai, India, 10/11/2001)
Untuk sampai pada pertanyaan apa yang harus dilakukan, ada beberapa masalah yang selama ini ikut berperan dalam pengawetan pemburukan krisis :
Pertama, sistem dan praktek penalaran-dan-pembincangan yang berpangkal pada rerantai kapital—dewasa ini mendominasi uraian mengenai perubahan secara umum—tidak mungkin menghasilkan tindakan koreksi terhadap moda pembesaran ekonomik dan pengurusannya, tanpa pemeriksaan silang dari sistem serta praktek penalaran-dan-pembincangan yang berpangkal pada rerantai sosial di satu sisi, dan rerantai ekologis di sisi lainnya.
Kedua, pemburukan krisis beroperasi detik demi detik dalam skala majemuk lewat serangkaian transaksi sosial dan transaksi ekologis dalam jumlah besar dan rumit prosesnya. Sistem pengetahuan tandingan membutuhkan seperangkat protokol pengurusan perubahan yang bukan saja tidak lagi buta-krisis, tetapi juga mampu mengelola proses pemulihan kerusakan. Secara sederhana, spiral perubahan telah menjamah sistem-sistem pendukung kehidupan, termasuk keutuhan ragawi dan mental lewat pengalaman perubahan yang bagi golongan pinggiran acapkali traumatik.
Ketiga, menyangkut cara kita belajar dan mengelola proses belajar berskala majemuk macam itu, sehingga setiap orang bisa menjadi bagian dari proses belajar tersebut, dan tak kalah pentingnya, moda, ritme serta laju pembalikan krisis berjalan selaras dengan syarat-syarat reproduksi kehidupan alami.
tanggal 11 Februari 2010
dengan Moderator I Gde Raka
Panelisnya :
Hasrul Thayeb
Hilmi Panigoro
Hokky Situngkir
Komaruddin Hidayat
Sudjiwo Tedjo
Saksi hidup krisis dari kampung :
Aminah
Apai Janggut
I Made Kuntung
Seyarman
Makalah Pemandu :
Hendro Sangkoyo
Ringkasan Makalah Pokok
IMPERATIF PEMBALIKAN KRISIS SOSIAL EKOLOGIS dan PENGURUSAN PUBLIK
Tajuk seminar adalah sebuah soal yang sederhana dan nyata, yaitu ketidak-mampuan spesies kita untuk menjaga kelangsungan syarat-syarat keselamatan diri-kolektifnya. Kita berada pada sebuah zona ruang-waktu di mana kemajuan dalam akal-terorganisir telah menghasilkan pemburukan krisis secara dramatis. Pertimbangkan sedikit contoh berikut ini.
Seluruh stok sumber-energi primer dari fosil adalah kompos dari proses selama 300 juta tahun. Pada saat ini besaran konsumsi fosil-bakar per tahun setara dengan yang dihasilkan dalam satu juta tahun.(Girardet, H., & Mendonça, M., 2010) Pemeriksaan perubah-an jangka-panjang profil kesehatan warga suku -suku pedalaman di Kalimantan/ Borneo di bawah pengurusan publik kerajaan Brunei, negara bagian Sarawak, dan propinsi Kalimantan Timur di sepanjang perubahan cara produksi-konsumsi (prosumsi)nya menunjukkan merosotnya kualitas kesehatan pada masa perladangan berpindah dibandingkan dengan pada masa berburu-dan-meramu sebelumnya. (Sellato, B. & Sercombe, P., 2007) Kepercayaan bahwa sistem pasar yang terus memperbarui diri mempunyai daya-jaga kestabilannya sendiri lupa bahwa di sepanjang pembaruan tersebut, daya rusak proses prosumsi bahan dan energi atas syarat kelang-sungan kehidupan, spesies selain manusia, dan sesama manusia sendiri, terus membesar dengan pesat. Kemajuan kesadaran untuk melakukan tindakan koreksi atas prosumsi dan cara mengurusnya pun selama ini telah menghasilkan tindakan koreksi selektif yang justru mengawetkan pendorong-pendorong utama pemburukan syarat kehidupan.
Lalai saja tidak cukup kuat untuk menggambarkan karakter kolektif kita itu, sebab proses perusakan kolosal tersebut secara umum berlangsung secara dingin dan penuh perhitungan. Salah satu ungkapan paling sarkastis mengenai soal ini adalah bahwa kita harus bertanya kembali: menjadi cerdas itu lebih baik atau lebih buruk daripada tidak belajar sama-sekali? Nyatanya, kemajuan manusia kelihatan seperti sebuah kesalahan biologis bagi planet Bumi dan segenap penghuninya. (Chomsky, N., kuliah di Akademi Musik Chennai, India, 10/11/2001)
Untuk sampai pada pertanyaan apa yang harus dilakukan, ada beberapa masalah yang selama ini ikut berperan dalam pengawetan pemburukan krisis :
Pertama, sistem dan praktek penalaran-dan-pembincangan yang berpangkal pada rerantai kapital—dewasa ini mendominasi uraian mengenai perubahan secara umum—tidak mungkin menghasilkan tindakan koreksi terhadap moda pembesaran ekonomik dan pengurusannya, tanpa pemeriksaan silang dari sistem serta praktek penalaran-dan-pembincangan yang berpangkal pada rerantai sosial di satu sisi, dan rerantai ekologis di sisi lainnya.
Kedua, pemburukan krisis beroperasi detik demi detik dalam skala majemuk lewat serangkaian transaksi sosial dan transaksi ekologis dalam jumlah besar dan rumit prosesnya. Sistem pengetahuan tandingan membutuhkan seperangkat protokol pengurusan perubahan yang bukan saja tidak lagi buta-krisis, tetapi juga mampu mengelola proses pemulihan kerusakan. Secara sederhana, spiral perubahan telah menjamah sistem-sistem pendukung kehidupan, termasuk keutuhan ragawi dan mental lewat pengalaman perubahan yang bagi golongan pinggiran acapkali traumatik.
Ketiga, menyangkut cara kita belajar dan mengelola proses belajar berskala majemuk macam itu, sehingga setiap orang bisa menjadi bagian dari proses belajar tersebut, dan tak kalah pentingnya, moda, ritme serta laju pembalikan krisis berjalan selaras dengan syarat-syarat reproduksi kehidupan alami.
Undangan seminar dapat menghubungi
Ika Puspitarini di 0818 492 761 sms only
email ika.puspitarini@abcjkt.co.id
dan Iwan Heryana di 0813 2044 5823 sms only
email iwan@suk.itb.ac.id
Ika Puspitarini di 0818 492 761 sms only
email ika.puspitarini@abcjkt.co.id
dan Iwan Heryana di 0813 2044 5823 sms only
email iwan@suk.itb.ac.id
Sabtu, 06 Februari 2010
Form data alumni ITB
Siapapun anda, dimanapun anda, asal anda pernah mengenyam pendidikan di ITB, dari D1 maupun sampai S3, atau belum menamatkan pendidikan anda sekalipun, anda adalah alumni ITB. Maka mohon anda isikan form ini, dan kumpulkanlah di IA ITB pengurus pusatnya, maupun melalui kami, di
akan kami bantu menyampaikan ke PP nya.
akan kami bantu menyampaikan ke PP nya.
Silahkan diisi form nya sesuai image terlampir dibawah ini.
Label:
alumni itb,
ia itb,
institut teknologi bandung,
itb
Rabu, 27 Januari 2010
CATATAN RAPAT IA-ITB 10 Oktober 2009
Pertemuan IA-ITB yang diselenggarakan pada hari ini (sabtu 10/10/2009) bertujuan untuk Sawalan 1430 H dan pembentukan pengurus baru (periode 2009-2013).
Dalam diskusi tentang pemilihan pengurus IA-ITB Daerah Yogyakarta periode 20092013 disimpulkan hal-hal sbb:
1. Peserta secara aklamasi memilih kembali Sdr. Natsir Basuki sebagai Ketua pengurus IA daerah yogyakarta periode 2009-2013
2. Struktur organisasi serta kepengurusan akan didiskusikan secara khusus. Dalam hal ini telah disepakati untuk membentuk formatur yang beranggotakan sbb:
1. Natsir Basuki
2. Hananto
3. Paryana
4. Alit Mertayasa
5. Erlangga
6. Kuncoro
7. Johanes Lulie
8. Suhodo
9. Setyawan
10. Sari
11. Wartini
12. Joko Hardoyo
Para formatur tersebut bersepakat untuk bertemu kembali hari Sabtu (17-10-2009) jam 10.00 WIB di Rumah Alit Mertayasa, Jl. Banteng Perkasa No. 37, (Jl. Kaliurang Km 8) Sleman.
3. Perlu adanya alamat sekretariat yang jelas, sehingga alumni dapat dengan mudah menghubungi pengurus.
4. Struktur organisasi pengurus daerah ada dua usulan :
a. Sederhana, disesuaikan kebutuhan organisasi (cukup Ketua, Sekretaris, Bendahara dan beberapa bidang)
b. Sebanyak-banyaknya, kalau perlu sama dengan IA pusat, mengingat pengurus tidak perlu digaji, sehingga tidak masalah dgn jumlah anggota yang banyak. Harapannya, ketika rapat pengurus, yang hadir juga bisa banyak.
5. Pertemuan alumni jangan hanya 1 thn 1 kali, seperti yang ada selama ini, akan tetapi agak sering (misal 2-3 bln sekali). Hal ini untuk mengakrabkan anggota dan mengoptimalkan peran keberadaan alumni didalam pembangunan maupun masyarakat.
6. Kalau perlu pertemuan dengan melibatkan keluarga.
7. Perlu dipertimbangkan adanya dukungan dana dari anggota, mengingat jalannya organisasi memerlukan adanya dana. Hal itu bisa digali dari iuran anggota atau cara-cara lain yang sah.
8. Pada saat pertemuan diumumkan bahwa salah satu alumni TI-70 (Resi Dewandono) sedang sakit di RS Pantirapih. Secara sepontan terkumpul uang Rp. 560,000 yang akan disumbangkan untuk meringankan bebannya.
Demikian catatan pertemuan IA-ITB yang diselenggarakan 10 Oktober 2009, apabila ada hal-hal yang belum tersampaikan, mohon ditambahkan dalam catatan ini.
Pembuat Catatan
Hananto
Dalam diskusi tentang pemilihan pengurus IA-ITB Daerah Yogyakarta periode 20092013 disimpulkan hal-hal sbb:
1. Peserta secara aklamasi memilih kembali Sdr. Natsir Basuki sebagai Ketua pengurus IA daerah yogyakarta periode 2009-2013
2. Struktur organisasi serta kepengurusan akan didiskusikan secara khusus. Dalam hal ini telah disepakati untuk membentuk formatur yang beranggotakan sbb:
1. Natsir Basuki
2. Hananto
3. Paryana
4. Alit Mertayasa
5. Erlangga
6. Kuncoro
7. Johanes Lulie
8. Suhodo
9. Setyawan
10. Sari
11. Wartini
12. Joko Hardoyo
Para formatur tersebut bersepakat untuk bertemu kembali hari Sabtu (17-10-2009) jam 10.00 WIB di Rumah Alit Mertayasa, Jl. Banteng Perkasa No. 37, (Jl. Kaliurang Km 8) Sleman.
3. Perlu adanya alamat sekretariat yang jelas, sehingga alumni dapat dengan mudah menghubungi pengurus.
4. Struktur organisasi pengurus daerah ada dua usulan :
a. Sederhana, disesuaikan kebutuhan organisasi (cukup Ketua, Sekretaris, Bendahara dan beberapa bidang)
b. Sebanyak-banyaknya, kalau perlu sama dengan IA pusat, mengingat pengurus tidak perlu digaji, sehingga tidak masalah dgn jumlah anggota yang banyak. Harapannya, ketika rapat pengurus, yang hadir juga bisa banyak.
5. Pertemuan alumni jangan hanya 1 thn 1 kali, seperti yang ada selama ini, akan tetapi agak sering (misal 2-3 bln sekali). Hal ini untuk mengakrabkan anggota dan mengoptimalkan peran keberadaan alumni didalam pembangunan maupun masyarakat.
6. Kalau perlu pertemuan dengan melibatkan keluarga.
7. Perlu dipertimbangkan adanya dukungan dana dari anggota, mengingat jalannya organisasi memerlukan adanya dana. Hal itu bisa digali dari iuran anggota atau cara-cara lain yang sah.
8. Pada saat pertemuan diumumkan bahwa salah satu alumni TI-70 (Resi Dewandono) sedang sakit di RS Pantirapih. Secara sepontan terkumpul uang Rp. 560,000 yang akan disumbangkan untuk meringankan bebannya.
Demikian catatan pertemuan IA-ITB yang diselenggarakan 10 Oktober 2009, apabila ada hal-hal yang belum tersampaikan, mohon ditambahkan dalam catatan ini.
Pembuat Catatan
Hananto
Data anggota IA ITB Jogja
Berhubung ada permintaan2 dari teman2 untuk menghapuskan postingan ini, maaf kan kalau telah terpostingkan sekian lama ... baru terbaca ...
Langganan:
Postingan (Atom)